TRIBUNNEWS.COM – Warga Palestina yang berkumpul di sepanjang Jalan Al-Rasheed berharap untuk kembali ke Gaza utara.
Mereka bertekad kembali meskipun daerah itu hancur akibat serangan militer Israel selama 15 bulan terakhir.
“Kami sudah di sini sejak tadi malam dan kami di sini, bersikeras untuk kembali, bahkan jika kami tinggal di reruntuhan rumah kami,” ucap seorang warga yang berkemah di sepanjang jalan kepada Al Jazeera, Minggu (26/1/2025).
“Kami teguh karena kami adalah pemilik sah tanah ini,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa leluhurnya telah memegang kunci rumah mereka selama tujuh dekade, ketika pendudukan Israel di Palestina dimulai dan 750.000 orang diusir selama “Nakba”, atau bencana.
Warga Palestina Dilarang Memasuki Wilayah Gaza Utara
Diberitakan AP News, seorang pria Palestina tewas dan tujuh orang lainnya terluka akibat tembakan Israel pada Sabtu (25/1/2025) malam.
Hal ini disampaikan pejabat kesehatan setempat pada hari Minggu, saat massa berkumpul dengan harapan dapat kembali ke Jalur Gaza utara di bawah gencatan senjata yang telah berlangsung seminggu, yang bertujuan untuk mengakhiri perang.
Pria itu ditembak dan dua lainnya terluka pada Sabtu malam, menurut Rumah Sakit Awda, yang menerima korban.
Lima warga Palestina lainnya, termasuk seorang anak, terluka pada Minggu dini hari dalam penembakan terpisah, kata rumah sakit itu.
Dalam perkembangan terpisah, Presiden AS Donald Trump pada hari Sabtu mengusulkan agar sebagian besar penduduk Gaza setidaknya dipindahkan sementara ke tempat lain, termasuk di Mesir dan Yordania, untuk “membersihkan” daerah kantong yang dilanda perang itu.
Mesir, Yordania, dan Palestina sendiri sebelumnya telah menolak skenario semacam itu.
Berdasarkan gencatan senjata Israel-Hamas, Israel pada hari Sabtu akan mulai mengizinkan warga Palestina untuk kembali ke rumah mereka di Gaza utara dengan berjalan kaki melalui apa yang disebut koridor Netzarim yang membelah wilayah tersebut.
Namun, Israel menunda langkah tersebut hingga Hamas membebaskan seorang sandera yang menurut Israel seharusnya dibebaskan hari itu.
Gencatan Senjata di Gaza
Israel telah menarik diri dari beberapa wilayah Gaza sebagai bagian dari gencatan senjata, yang mulai berlaku pada Minggu (19/1/2025) lalu.
Tetapi militer telah memperingatkan orang-orang untuk menjauh dari pasukannya, yang masih beroperasi di zona penyangga di dalam Gaza di sepanjang perbatasan dan di koridor Netzarim.
Hamas membebaskan empat tentara wanita muda Israel pada hari Sabtu, dan Israel membebaskan sekitar 200 tahanan Palestina, yang sebagian besar menjalani hukuman seumur hidup setelah dihukum karena serangan mematikan.
Namun Israel mengatakan sandera lainnya, warga sipil perempuan Arbel Yehoud, seharusnya dibebaskan juga, dan Israel tidak akan membuka koridor Netzarim sampai dia dibebaskan.
Israel juga menuduh Hamas gagal memberikan perincian tentang kondisi sandera yang akan dibebaskan dalam beberapa minggu mendatang.
Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar, yang menengahi gencatan senjata, bekerja untuk mengatasi perselisihan tersebut.
Layanan darurat sedang membersihkan jalan-jalan di utara Jalur Gaza. (Quds News Network)
Gencatan senjata dicapai awal bulan ini setelah lebih dari setahun negosiasi ditujukan untuk mengakhiri perang 15 bulan yang dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 dan membebaskan sejumlah sandera yang masih ditawan di Gaza dengan imbalan ratusan tahanan Palestina.
Sekitar 90 sandera masih ditahan di Gaza, dan otoritas Israel meyakini sedikitnya sepertiga, dan hingga setengah dari mereka, tewas dalam serangan awal atau meninggal saat ditawan.
Tahap pertama gencatan senjata berlangsung hingga awal Maret dan mencakup pembebasan total 33 sandera dan hampir 2.000 tahanan Palestina.
Tahap kedua — dan yang jauh lebih sulit — belum dinegosiasikan.
Hamas mengatakan tidak akan membebaskan sandera yang tersisa tanpa mengakhiri perang, sementara Israel mengancam akan melanjutkan serangannya hingga Hamas dihancurkan.
Militan yang dipimpin Hamas menewaskan sekitar 1.200 orang dalam serangan 7 Oktober, sebagian besar warga sipil, dan menculik sekitar 250 orang.
Lebih dari 100 orang dibebaskan selama gencatan senjata selama seminggu pada November 2023.
Pasukan Israel telah menyelamatkan delapan sandera yang masih hidup dan menemukan sisa-sisa puluhan lainnya, setidaknya tiga di antaranya secara keliru dibunuh oleh pasukan Israel.
Tujuh orang telah dibebaskan sejak gencatan senjata terakhir dimulai.
Sementara itu, kampanye militer Israel telah menewaskan lebih dari 47.000 warga Palestina, lebih dari separuhnya adalah wanita dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
Kementerian tersebut tidak menyebutkan berapa banyak dari mereka yang tewas adalah pejuang.
Di sisi lain, militer Israel mengatakan telah menewaskan lebih dari 17.000 pejuang, tanpa memberikan bukti.
(Tribunnews.com/Nuryanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel
