Di sisi lain, kenaikan harga CPO diperkirakan akan menghadapi hambatan dari meningkatnya pasokan minyak kedelai dari Amerika Selatan. Minyak kedelai ini ditawarkan dengan harga yang lebih kompetitif dibandingkan dengan minyak tropis, sehingga memberikan alternatif bagi para pembeli global. Salah satu penjual di New Delhi, India, yang bekerja untuk rumah dagang global, menyoroti bahwa ketersediaan minyak kedelai yang lebih murah dapat membatasi ruang kenaikan harga minyak sawit.
Pada sisi produksi, baik Indonesia maupun Malaysia diprediksi akan mencatat kenaikan moderat dalam produksi minyak sawit pada 2025. Produksi minyak sawit di Indonesia, sebagai produsen terbesar dunia, diproyeksikan tumbuh sebesar 1,9 persen dibandingkan tahun lalu, mencapai total 29,8 juta ton.
Sementara Malaysia, sebagai produsen terbesar kedua, diperkirakan akan memproduksi 19,5 juta ton minyak sawit pada tahun ini, naik sebesar 0,83 persen dari tahun sebelumnya. Angka ini merupakan capaian tertinggi sejak 2019.
Meskipun terjadi peningkatan produksi di kedua negara, terdapat beberapa tantanganindustri minyak sawit, terutama di Malaysia. Cuaca buruk yang berkelanjutan, kekurangan tenaga kerja, dan tingkat penanaman kembali yang rendah menjadi faktor utama yang membatasi potensi pertumbuhan produksi di negara tersebut.
Masalah tenaga kerja menjadi isu yang belum terselesaikan dalam beberapa tahun terakhir dan berdampak pada efisiensi operasional perkebunan sawit di Malaysia. Di sisi lain, meningkatnya fokus pada biodiesel di Indonesia menunjukkan potensi dampak signifikan terhadap pasar global.
Kebijakan biodiesel B40 tidak hanya dirancang untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan dalam negeri, tetapi juga memiliki konsekuensi luas terhadap pasokan minyak sawit global. Dengan menyerap sebagian besar produksi minyak sawit untuk kebutuhan domestik, kebijakan ini mengurangi volume ekspor, yang pada gilirannya memberikan tekanan ke atas pada harga internasional.
Namun, prospek pasar minyak sawit tetap dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal, seperti kondisi cuaca di kawasan Asia Tenggara dan dinamika persaingan dengan minyak nabati lainnya.
Ketergantungan pada faktor cuaca menjadi perhatian utama, mengingat potensi gangguan terhadap hasil panen yang dapat memengaruhi pasokan secara signifikan. Selain itu, meningkatnya produksi minyak kedelai dari Amerika Selatan terus menjadi ancaman bagi harga minyak sawit, karena minyak kedelai yang lebih murah menawarkan pilihan alternatif bagi pembeli internasional.
Secara keseluruhan, dinamika harga dan produksi minyak sawit di tahun 2025 mencerminkan kompleksitas pasar global yang dipengaruhi oleh kebijakan domestik, kondisi cuaca, dan persaingan dengan minyak nabati lainnya.
Peningkatan permintaan biodiesel di Indonesia berfungsi sebagai pendorong utama kenaikan harga CPO, sementara tantangan eksternal seperti persaingan harga minyak kedelai dan hambatan produksi tetap menjadi faktor penyeimbang. Dengan demikian, keberlanjutan tren ini akan sangat tergantung pada bagaimana para pelaku industri dan pemerintah merespons tantangan dan peluang yang ada.
