AS Batasi Ekspor Chip ke Sejumlah Negara, Indonesia Termasuk?  – Halaman all

AS Batasi Ekspor Chip ke Sejumlah Negara, Indonesia Termasuk?  – Halaman all

 

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Pemerintah AS dibawah kepemimpinan Joe Biden mengumumkan aturan baru terkait pembatasan chip komputer canggih dan teknologi kecerdasan buatan (AI) buatan pabrik AS.

Dengan aturan tersebut distribusi global Chip AI asal AS tak bisa lagi diekspor ke sejumlah negara di dunia. Para pejabat mengatakan aturan baru tersebut dimaksudkan untuk memastikan “AI dunia berjalan sesuai rencana Amerika”.

Adapun pemblokiran ini dilakukan di tengah melonjaknya permintaan untuk chip AI Nvidia ke dalam jajaran perusahaan paling bernilai di dunia.

Banyak dari perusahaan menyebut langkah ini hanya akan membantu pesaing. Kendati demikian, Departemen Perdagangan AS beralasan AI mumpuni memiliki potensi memperburuk risiko keamanan nasional yang signifikan, jika ada di tangan yang salah.

“Aturan ini menjauhkannya dari tangan “aktor jahat” yang dapat menggunakannya untuk mengancam Amerika Serikat, termasuk dengan memungkinkan pengembangan senjata pemusnah massal, mendukung operasi siber ofensif yang kuat, dan membantu pelanggaran hak asasi manusia, seperti pengawasan massal,” kata Departemen Perdagangan AS.

Peraturan baru soal kontrol ekpor chip AI ke pasar global akan mulai berlaku 120 hari sejak diterbitkan. Dengan ini, aturan akan berlaku efektif sekitar bulan April 2025.

Pasca kebijakan diberlakukan, hanya negara-negara sekutu dekat AS yang masih dibebaskan untuk mengimpor chip dan alat pembuat chip dari AS. Sementara pasokan chip sejumlah negara akan dibatasi sesuai dengan kelompoknya.

Laporan TrendForce yang dikutip BBC International merinci, kontrol ekspor chip AI ini turut dibagi menjadi tiga tingkatan (tier) berdasarkan negara yang memenuhi syarat.

Khusus negara Tier 1 yang merupakan sekutu utama AS seperti Korea Selatan, Jepang, Jerman, dan Taiwan, dan Australia dapat terus melakukan bisnis seperti biasa dan bebas mengimpor hardware AI yang dikembangkan AS.

Perusahaan-perusahaan dari negara-negara ini diizinkan untuk memasang beberapa prosesor mereka di negara-negara Tier 2, tapi dibatasi untuk tidak melebihi 7 persen dari kapasitas mereka di negara Tier 2 mana pun.

Bagi negara Tier 2 termasuk di Eropa Timur, Timur Tengah, dan Amerika Latin, memiliki batasan akses ke chip pengolah grafis (GPU) khusus pemrosesan kecerdasan buatan (AI) hingga 50.000 GPU untuk periode 2025-2027.

Jika dilihat dari petanya, Indonesia dan Malaysia sejauh ini masuk dalam kelompok Tier 2 dalam aturan pembatasan ekspor chip AS beserta negara Asia Tenggara lain kecuali Kamboja.

Sementara Tier 3 yang terdiri dari negara-negara seperti China, Rusia, Iran, dan Korea Utara sepenuhnya dilarang mengakses teknologi AI AS.

Ambisi AS Jadi Pemimpin AI Pasar Global

Kebijakan ini diklaim dapat membantu AS membatasi potensi penyalahgunaan chip tersebut dalam pengembangan teknologi militer atau kegiatan yang dapat mengancam keamanan nasional negara paman Sam itu.

Sejak Oktober 2022, pemerintah AS telah memberlakukan rangkaian kontrol ekspor, yang memblokir akses semikonduktor canggih ke China untuk mencegah penggunaannya bagi aplikasi militer.

AS percaya mereka masih unggul 6 hingga 18 bulan dalam pengembangan AI dibanding negara rival seperti China. Dengan adanya pembatasan ekspor chip AI ini, AS yakin bisa mempertahankan keunggulan tersebut serta mencegah teknologi jatuh ke tangan negara yang berisiko mengancam kepentingan AS.

Kebijakan Trump Tuai Kritikan

Banyak dari perusahaan menyebut langkah ini hanya akan membantu pesaing., pembatasan ini dikhawatirkan bisa menjadi hambatan bagi sejumlah negara yang berusaha memposisikan dirinya sebagai pusat data global.

Karena aturan ini berpotensi menghentikan investasi dan pembangunan pusat data yang diperlukan untuk memenuhi permintaan pasar global.

Salah satu perusahaan yang disebut akan terdampak aturan pembatasan ekspor chip AI ini adalah Nvidia. Menurut perusahaan, jika aturan ini diterapkan, bukan berarti mengurangi ancaman, melainkan hanya melemahkan daya saing global Amerika.

“Dengan mencoba mengatur hasil pasar dan menekan persaingan sebagai ‘urat nadi’ inovasi aturan baru pemerintahan Biden mengancam akan menyia-nyiakan keunggulan teknologi yang diperoleh Amerika dengan susah payah,” kata perusahaan itu.

Uni Eropa juga menyatakan keberatan, mereka menilai pembatasan ini tidak adil mengingat negara-negara Uni Eropa adalah mitra dagang dekat AS.

Sementara itu China menentang keras kebijakan baru Biden. Kementerian Perdagangan China mengancam mengambil tindakan balasan demi melindungi kepentingan nasionalnya.

“Aturan itu telah secara serius menyabotase regulasi pasar, tatanan ekonomi dan perdagangan internasional, mengacaukan rantai industri maupun pasokan global, serta merusak kepentingan China, AS, dan komunitas bisnis di negara-negara di seluruh dunia,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun.