Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Tak Cuma BBM, BLT Juga Sebagai Pengganti Subsidi Listrik

Tak Cuma BBM, BLT Juga Sebagai Pengganti Subsidi Listrik

Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa pemerintah berencana mengubah skema subsidi energi. Terutama dari yang semula berbasis komoditas menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Alasan perubahan ini adalah agar penyaluran subsidi menjadi lebih tepat sasaran. Selain BBM, penyaluran subsidi listrik juga akan menggunakan skema BLT.

Bahlil menjelaskan, selain meringankan masyarakat dalam pembelian BBM, BLT ini juga diharapkan dapat membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar, seperti membayar tagihan listrik.

“Sudah pasti di situ kita akan dorong penerima BLT harus menyisihkan sebagian untuk bayar listrik, dan sebagian untuk membayar kompensasi BBM,” kata Bahlil ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (29/11/2024).

Bahlil mengaku telah melaporkan skema penyaluran subsidi BBM dan listrik kepada Presiden Prabowo Subianto, termasuk data penerima BLT.

“Saya sudah laporan dan data yang kita tunggu untuk penerima dari keluarga, itu nanti dikerjakan BPS sebentar lagi,” kata Bahlil.

Sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung buka suara mengenai temuan subsidi listrik Rp 1,2 triliun salah sasaran. Dia mengatakan akan mengkaji temuan tersebut.

“Kami lagi melihat data-data yang tidak tepat sasaran tadi,” kata Yuliot di kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Jakarta Timur, Kamis, (14/11/2024).

Dia mengatakan akan berkoordinasi dengan berbagai pihak, diantaranya dengan PLN. Yuliot ingin tahu lebih detail mengenai apa yang dimaksud dengan subsidi salah sasaran ini.

“Ini kita koordinasi dengan teman-teman yang ada di Ketenagalistrikan, di PLN, kira-kira yang tidak tepat sasaran tuh yang kayak bagaimana,” kata dia.

Dia mengatakan ingin mengetahui lebih lanjut mengenai penyebab adanya subsidi yang salah sasaran ini. Sebab, kata dia, klasifikasi masyarakat yang dianggap berhak menerima subsidi tak bisa hanya dilihat dari rumah yang dimilikinya.

“Jadi kadang-kadang tuh kan kita melihat yang tidak tepat sasaran itu bukan dari bangunan fisiknya, tapi itu juga dari kondisi ekonomi yang ada di masyarakat bersangkutan,” kata dia.

Untuk mendapatkan data yang lebih mendalam, Yuliot mengatakan juga akan menggandeng Badan Pusat Statistik (BPS). “Jadi ya kita juga akan lakukan kerjasama juga dengan BPS untuk melihat data yang tidak tepat sasaran,” kata dia.

Beberapa waktu lalu, Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) menemukan dugaan subsidi listrik salah sasaran kepada 10,6 juta pelanggan. Pemberian subsidi ini dianggap salah sasaran karena diberikan kepada masyarakat yang tidak miskin. Karena kejadian ini, Stranas PK memperkirakan negara berpotensi merugi Rp 1,2 triliun.

(pgr/pgr)