Jakarta, CNBC Indonesia – Intelijen Amerika Serikat (AS) mengungkapkan prediksi serangan nuklir Rusia di masa depan. Pihaknya mengatakan serangan nuklir tidak mungkin terjadi.
Melansir Reuters, Kamis (28/11/2024), lima sumber yang mengetahui hal tersebut menyebut keputusan AS mengizinkan Ukraina menggunakan senjatanya untuk menyerang Moskow tidak akan meningkatkan risiko serangan nuklir. Meskipun ada pernyataan agresif dari Putin.
Mereka adalah dua pejabat senior, seorang anggota parlemen, dan dua ajudan kongres yang diberi pengarahan tentang masalah ini. Namun, Rusia kemungkinan akan memperluas kampanye sabotase terhadap target Eropa untuk meningkatkan tekanan pada Barat atas dukungannya terhadap Kyiv.
Penilaian intelijen itu juga telah dilakukan selama tujuh bulan terakhir. Pandangan itu, kata sumber-sumber anonim, diklaim tetap tidak berubah setelah Presiden Joe Biden mengubah sikap AS bulan ini tentang senjata.
“Penilaiannya konsisten: ATACM tidak akan mengubah kalkulasi nuklir Rusia,” kata seorang ajudan kongres yang diberi pengarahan tentang intelijen tersebut, merujuk pada rudal Amerika dengan jangkauan hingga 190 mil (306 km).
Salah satu dari lima pejabat AS mengatakan meskipun Washington menilai bahwa Rusia tidak akan berusaha meningkatkan kekuatan nuklirnya. Rusia hanya akan mencoba menyamai apa yang dilihatnya sebagai peningkatan kekuatan AS, salah satunya dengan menerjunkan rudal baru itu merupakan bagian dari upaya itu.
Secara rinci, pejabat AS mengatakan intelijen selama ini telah membantu memandu meredam perdebatan di dalam pemerintahan Biden tentang apakah pelonggaran pembatasan penggunaan senjata Amerika sepadan dengan risiko yang membuat Putin marah. Para pejabat awalnya menolak langkah tersebut, dengan alasan kekhawatiran akan peningkatan kekuatan dan ketidakpastian tentang bagaimana Putin akan menanggapinya.
Namun Beberapa pejabat tersebut, termasuk di Gedung Putih, Pentagon, dan Departemen Luar Negeri, mengkhawatirkan pembalasan mematikan terhadap personel militer dan diplomatik AS serta serangan terhadap sekutu NATO, di mana yang lain secara khusus mengkhawatirkan eskalasi nuklir. Namun Biden berubah pikiran karena masuknya Korea Utara (Korut) ke dalam perang sebelum pemilihan presiden AS.
(sef/sef)