Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Kambing, Kehidupan, dan Perjuangan Perempuan Janda di Sekitar Gunung Palung

Kambing, Kehidupan, dan Perjuangan Perempuan Janda di Sekitar Gunung Palung

Liputan6.com, Kalimantan Barat – Kalsum (64) tengah duduk di teras rumahnya ketika ditemui beberapa waktu lalu di Dusun Sebadal, Desa Gunung Sembilan, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat.

Berada tepat di pinggiran hutan Taman Nasional Gunung Palung, Kalsum menggantungkan hidup dengan bertani. Ia sudah terbiasa bertani sedari kecil.

Hidup sulit sudah dirasakan Kalsum, bahkan ketika ia menikah dan punya dua anak, Kalsum bercerita selalu hidup dalam kekurangan secara ekonomi.

Beban ganda sebagai seorang perempuan, turut dirasakannya sedari kecil. Urusan domestik yang kerap disebut tugas seorang istri dalam budaya Indonesia dilakukannya puluhan tahun. Tak hanya itu ia juga turut menanggung beban perekonomian keluarga yang sulit.

Beban tersebut bertambah ketika suaminya meninggal pada 2007, ia bertahan sendirian menghidupi dua anaknya. Bahkan anak kedua Kalsum harus putus sekolah karena tidak adanya biaya.

Lalu pada 2009 sebuah harapan datang kepada Kalsum, ia menjadi salah satu perempuan janda yang memperoleh seekor kambing dari Yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI) yang merupakan program Kambing untuk Janda.

“Seekor kambing betina diberikan kepada saya pada 2009,” kenang Kalsum, 23 Oktober 2024.

Bagi Kalsum, memiliki kambing adalah mimpi lama yang sulit ia wujudkan sendiri. Sebelumnya, ia hanya bisa bekerja sebagai peternak dan memelihara ternak milik orang lain.

“Jangankan beli kambing, untuk kebutuhan harian saja susah,” ujarnya sambil tersenyum kecil. Namun, dengan bantuan kambing dari ASRI, ia mulai berani berharap. Kambing tersebut kemudian beranak pinak di tangan Kalsum, beberapa tahun setelah itu, kambing yang awalnya hanya seekor menjadi belasan ekor.

Kini, dengan kambing-kambing itu ia bisa membantu biaya kuliah cucunya. Selain itu, uang dari hasil penjualan kambing ia gunakan untuk biaya hidup sehari-hari.

“Terakhir awal tahun ini saya jual 11 ekor seharga Rp17 juta,” kata Kalsum.

Namun, Kalsum juga tidak memungkiri bahwa merawat kambing bukan pekerjaan mudah. “Harus telaten, tidak semua orang bisa,” jelasnya.

Meski melelahkan, upaya yang ia lakukan selama ini telah membuahkan hasil yang sangat berarti bagi keluarganya. Kambing-kambing itu kini adalah simbol keteguhan hati, kerja keras, dan harapan bagi Kalsum dan janda-janda lain di sekitarnya.

Melalui program ini, kehidupan yang keras di dusun kecil di kaki Gunung Palung menjadi lebih berarti bagi mereka yang selama ini tak memiliki daya untuk berjuang sendiri.

Dengan kambing yang beranak-pinak dan terus menghidupi janda-janda di dusun, ada harapan bahwa hidup yang sederhana ini bisa terus berjalan, meskipun kadang penuh dengan perjuangan.

Sama halnya dengan Kalsum, perempuan janda lainnya di pinggir Hutan Taman Nasional Gunung Palung, Are (70) juga masuk dalam program Kambing untuk Janda dari ASRI.

Ia mendapat seekor kambing betina dan dipinjamkan seekor pejantan pada 2013, tiga tahun setelah suaminya meninggal dunia. Are yang memiliki empat orang anak sebelum dan sesudah suaminya meninggal berprofesi sebagai petani.

Namun karena usia, Are tak lagi mampu ke sawah dan berladang. Bantuan kambing tersebut bak angin segar baginya. Setelah 11 tahun mendapat bantuan kambing, hasil penjualannya sudah ia gunakan untuk banyak hal.

Mulai dari biaya hidup sehari-hari, berobat hingga membeli perhiasan untuk tabungannya jika sewaktu-waktu diperlukan. Are bersyukur atas bantuan kambing tersebut.

Kalsum dan Are merupakan dua dari ratusan janda yang sudah dibantu dan diberi kambing oleh Yayasan ASRI dalam program Kambing untuk Janda.